KITAB DURRATUN NASHIHIN
MAJIS 11
MAJIS 11
Surat Ali ‘Imran 133
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (آل عمران ١٣٣)
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada sorga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”.(Qs. Ali ‘Imran 133).
وَسَارِعُوا “Dan bersegeralah kamu”, Bersegeralah dan menghadaplah.
إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ “kepada ampunan dari Tuhanmu”, Kepada ‘amal yang berhak mendapatkan ampunan seperti Islam, taubat dan ikhlash.
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ “dan kepada sorga yang luasnya seluas langit dan bumi”, Disebutkannya bumi karena faidah Mubalaghoh (untuk menunjukkan sesuatu yang berlebih-lebihan), didalam menyifati luas sorga sebagai perumpamaan, karena bumi lebih rendah dibawah panjang. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas; Luasnya seperti tujuh langit dan tujuh bumi apabila sebagian digabung dengan sebagian yang lain.
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ “yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”. Didalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa sorga adalah makhluk dan ia diluar ‘alam ini.
________________________________
“وَسَارِعُوا “ Ahli Madinah dan Syam membacanya “سَارِعُوا “ tanpa wawu, dan yang lainnya membacanya dengan wawu.
“إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ “ Maksudnya bersegeralah dan berpaculah kepada ‘amal-‘amal yang berhak mendapatkan ampunan. Ibnu ‘Abbas berkata; Kepada Islam, dalam riwayat yang lain Ibnu ‘Abbas berkata; Kepada taubat. ‘Ikrimah dan ‘Aly bin Abu Thalib berkata; Kepada memenuhi semua kewajiban. Abu Al ‘Aliyah berkata: Kepada hijrah. Ad Dlahhak berkata; Kepada jihad. Muqatil berkata; Kepada ‘amal-‘amal shalih. Dan diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa yang dimaksud “Maghfirah” adalah Takbir yang pertama.
“وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ “ Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Hadid ayat 21; “وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ “ (Dan sorga yang luasnya seluas langit dan bumi). Luas ditentukan untuk faidah mubalaghoh karena panjang tiap-tiap sesuatu pada umumnya lebih banyak daripada luasnya. Seseorang berkata; Ini adalah shifat luasnya sorga, lalu bagaimana dengan panjangnya? Az Zuhri berkata; Ini adalah shifat luasnya sorga, sedangkan panjangnya tidak ada yang mengetahui kecuali Allah, luas disini adalah sebagai perumpamaan, bukanlah luas sorga itu benar-benar seluas langit dan bumi, bukan pula ma’na luas sorga seluas tujuh langit dan tujuh bumi menurut anggapanmu, sebagaimana firman Allah Ta’ala; “Mereka kekal didalamnya selama ada langit dan bumi”,(Qs. Hud 107), yaitu; menurut anggapanmu, bila tidak, maka (tidak ada pilihan lagi kecuali) keduanya (langit dan bumi) harus dihilangkan.
Anas bin Malik ditanya tentang sorga; Apakah ia dilangit ataukah dibumi? Anas bin Malik balik bertanya; Mana ada langit dan bumi yang dapat memuat sorga? Lalu dimana ia? Anas bin Malik menjawab; Diatas langit ketujuh, dibawah ‘Arsy dan neraka jahannam berada di bawah bumi yang ketujuh.(Ma’alim).
Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Telah datang Jibril kepadaku dan berkata; Wahai Muhammad, tidaklah seseorang bershalawat kepadamu kecuali 70 riba malaikat memohonkan ampun untuknya, dan barangsiapa yang malikat memohonkan ampun untuknya, ia termasuk ahli sorga”.
Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Takbiratul ihram (takbir pertama) yang seorang mu’min menemukannya bersama imam adalah lebih baik baginya daripada hajji dan ‘umrah, dan ia mendapatkan pahala seperti pahala bershadaqah emas seberat gunung Uhud kepada orang miskin, dan setiap raka’atnya dicatat ‘ibadah satu tahun, dan Allah mencatat untuknya dua kebebasan; Bebas dari api neraka dan bebas dari kemunafikan, dan ia tidak akan keluar dari dunia hingga melihat tempatnya disorga, dan ia akan masuk sorga tanpa hisab”.
Para ‘ulama’ berselisih tentang batasan takbir yang pertama, sebagian berkata; Sampai imam selesai dari bacaan fatihah, sebagian lagi berkata; Sampai imam memulai bacaan (fatihah), dan sebagian besar ahli tafsir memilih pendapat yang pertama.(Misykatul Anwar).
Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Barangsiapa yang menghidupkan malam pertama dari bulan Rajab, maka hatinya tidak akan mati pada hari semua hati mati, dan Allah Ta’ala benar-benar akan mencurahkan kebaikan dari atas kepalanya, dan ia keluar dari dosa seperti hari saat ia dilahirkan oleh ibunya, dan ia mendapat ijin untuk menolong 70 ribu orang ahli berbuat kesalahan yang berhak masuk neraka”. Dimikianlah yang dijelaskan dalam kitab Lubbul Albab nya tuan Tajul ‘Arifin.(Aghrojiyah).
Dari Anas bin Malik dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Barangsiapa yang shalat 20 raka’at dengan 10 kali salam setelah shalat maghrib disuatu malam dari bulan Rajab dan pada tiap-tiap raka’at membaca surat Al Fatihah dan Al Ikhlas, maka Allah Ta’ala akan melindungi ahli rumah dan keluarganya dari bala’ dunia dan siksa akhirat”.(Zubdah).
(Menurut Muhammad bin’Aliy bin Muhammad Asy Syaukaniy; Hadits ini adalah maudlu’).
Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Ingatlah bahwa bulan Rajab adalan bulan Allah yang tuli (dari ‘amal jelek), barangsiapa yang berpuasa satu hari darinnya karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka ia berhak mendapatkan ridla Allah yang besar. Barangsiapa yang berpuasa dua hari, maka penghuni langit dan bumi tidak akan mampu menyifati kemuliannya di sisi Allah Ta’ala. Barangsiapa yang berpuasa tiga hari, maka ia akan di terlindungi dari semua bala’ dunia dan siksa akhirat, gila, kusta, lepra dan dari fitnah Dajjal. Barangsiapa yang berpuasa tujuh hari, maka tujuh pintu neraka jahannam dikunci darinya. Barangsiapa yang berpuasa delapan hari, maka tujuh pintu sorga dibuka baginya. Barangsiapa yang berpuasa sepuluh hari, maka tidaklah ia memohon sesuatu kepada Allah kecuali Allah akan memberinya. Barangsiapa yang berpuasa lima belas hari, maka Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan mengganti ‘amal jeleknya dengan kebaikan, dan barangsiapa yang menambah, maka Allah Ta’ala akan menambah pahalanya.(Zubdah).
Diriwayatkan dari Nabi shallallahu Ta’ala ‘alaihi wasallam beliau bersabda; “Pada malam mi’raj aku melihat sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih dingin dari salju dan lebih wangi dari misik, lalu aku bertanya kepada Jibril; Untuk siapakah ini? Jibril menjawab; Untuk orang yang bershalawat atasmu dibulan Rajab”.
Diriwayatkan dari Muqatil radliyallahu ‘anhu ia berkata; Sesungguhnya dibalik gunung Qof terdapat bumi berwarna putih, tanahnya seperti perak, luasnya seluas dunia tujuh kali lipat dan penuh dengan para malaikat, seandainya ada jarum yang jatuh, niscaya jarum itu akan mengenai mereka, pada tangan mereka masing-masing memegang bendera yang bertuliskan; Laa ilaaha illallahu Muhammadurrasulullahi, setiap malam jum’at dari bulan Rajab mereka berkumpul di sekeliling gunung Qof merendahkan diri memohonkan keselamat bagi ummat Muhammad ‘alaihishshalatu wassalam dan berkata; Wahai Tuhanku, ‘Sayangilah ummat Muhammad dan janganlah Engkau menyiksanya’, dan mereka merendahkan diri memohonkan ampun sampai shubuh, lalu Allah Ta’ala berfirman; Wahai malaikat-Ku, demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku benar-benar memberi ampun bagi mereka (ummat Muhammad).(Majalisul Anwar).
Dikatakan; Bulan Rajab memiliki tiga huruf; Ro’ nya menunjukkan arti; Rahmatullah (rahmat Allah), Jim nya menunjukkan arti; Jarmil ‘abdi (dosa seorang hamba), dan Ba’ nya menunjukkan arti; Birrullahi Ta’ala (kebaikan Allah Ta’ala). Maksudnya; Seolah-olah Allah Ta’ala berfirman; Wahai hamba-Ku, Aku jadikan dosamu diantara kebaikan dan rahmat-Ku hingga tidak ada dosa yang tersisa bagimu lantaran kemuliaan bulan Rajab.(Majalisul Anwar).
Dan dikatakan; Bahwa ketika bulan Rajab telah berlalu, maka ia naik kelangit, lalu Allah Ta’ala bertanya; Wahai bulan-Ku, apakah para makhluk mencintaimu dan mengagungkanmu? Rajab diam tidak menjawab hingga Allah Ta’ala mengulangi pertanyaannya dua sampai tiga kali, kemudia Rajab menjawab; Wahai Tuhanku, Engkau adalah Dzat yang Maha menutupi aib, Engkau pun memrintahkan makhluk-Mu untuk menutupi aib makhluk lainnya dan Rasul-Mu menyebutku dengan nama “Ashom” (tuli), aku hanya mendengar ketha’atan mereka dan tidak mendengar kema’shiyatan mereka. Karena itulah bulan Rajab dinamakan bulan Al Ashom. Kemudian Allah Ta’ala berfirman; Engkau adalah bulan-Ku yang memiliki aib, yang tuli, dan hamba-hamba-Ku juga memiliki aib, sebagaimana Aku menerimamu, Aku pun akan menerima mereka lantaran kemuliyaanmu, Aku akan mengampuni mereka dengan satu penyesalan didalammu dan Aku tidak akan mencatat kema’shiyatan bagi mereka didalammu.(A’rajiyyah).
Dan dikatakan; Bulan Rajab dinamakan bulan Al Ashom karena malaikat Kirom Al Katibin (malaikat yang mulia pencatat ‘amal) mencatat ‘amal-‘amal baik dan jelek didalam semua bulan kecuali di bulan rajab, pada bulan ini mereka hanya mencatat ‘amal-‘amal baik dan tidak mencatat ‘amal-‘amal jelek, karena dibulan ini mereka tidak mendengar kejelekan untuk dicatatnya.(Misykatul Anwar).
Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Bulan Rajab adaln bulan Allah, bulan Sya’ban adalah bulanku dan bulan Ramadlan adalah bulan ummatku”.
(maksudnya; Allah Ta’ala membuka untuk hamba-Nya pintu ma’af dan pengampunan di bulan rajab tanpa lantaran syafa’at seseorang, sedangkan di bulan sya’ban dengan lantaran syafa’at beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan di bulan ramadlan dengan lantaran syafa’at ummat. Bughyah. Pnt).
Abu Muhammad Al Khalal mentakhrij keutamaan bulan Rajab dari Ibnu ‘Abbas radliyallau ‘anhuma ia berkata; Sesungguhnya Nabi ‘alaihishshalatu wassalam tidak pernah berpuasa setelah bulan Ramadlan kecuali bulan Rajab dan Sya’ban.
Al Bukari dan Muslim mentakhrij suatu hadits bahwasanya Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Sesungguhnya di sorga terdapat sungai bernama Rajab, airnya putih lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, barangsiapa yang berpuasa satu hari dari bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari air sungai tersebut”.(A’rajiyyah).
Dinamakan Rajab karena orang ‘Arab mengagungkannya, mereka berkata; Rajabtu asy syai’a (aku mengagungkan sesuatu), jika mereka mengagungkan sesuatu. Diantara pengagungan mereka terhadap bulan Rajab ialah; Petugas Ka’bah membuka pintu Ka’bah di bulan ini sebulan penuh, sedangkan di bulan-bulan yang lain mereka tidak membukanya kecuali pada hari Senin dan Kamis, mereka berkata; Bulan ini adalah bulan Allah, Rumah ini adalah Rumah Allah dan semua hamba adalah hamba Allah, maka seorang hamba tidak terhalang dari Rumah Allah di bulan Allah ini.(A’rajiyyah).
● HIKAYAT ●
Diceritakan, bahwa di Baitul Muqoddas ada seorang wanita yang ahli ‘ibadah, apabila bulan Rajab tiba, setiah hari ia membaca surat Al Ikhlash sebanyak 12 kali karena mengagungkannya, dan ia melepas pakaian yang hakus dan memakai pakaian yang kasar. Kemudian, pada bulan Rajab ia menderita sakit dan berwashiyat kepada putranya untuk mengubur dan membungkusnya dengan pakaian kasarnya, namun putranya membungkusnya dengan kain yang bagus karena pamer, maka ia bermimpi melihat ibunya berkata; Wahai anak kecilku, kenapa engkau tidak melaksanakan washiyatku, sungguh aku tidak ridla kepadamu? Ia terkejut dan terbangan, lantas ia segera menggali kuburan ibunya, namun ia tidak menemukan jasad ibunya disana, ia bingung dan menangis sedih, lalu ia mendengar seruan berkata; ‘Apakah kamu tidak tahu bahwa orang yang mengagungkan bulan kami yaitu Rajab kami tidak akan meninggalkannya seorang diri’.(Zubdatul Wa’idzin).
Diriwayatkan dari Abu Bakar As Shiddiq radliyallahu Ta’ala ‘anhu ia berkata; Apabila sepertiga malam dari bulan Rajab telah berlalu pada awal jum’at tidak satupun malaikat langit dan bumi kecuali semuanya berkumpul di Ka’bah, lalu Allah Ta’ala memandang mereka dan berfirman; ‘Wahai para malaikat-Ku, mohonlah apa yang kalian kehendaki’. Para malaikat berkata; Wahai Tuhan kami, hajat kami ialah agar Engkau mengampuni orang yang berpuasa dibulan Rajab, Allah Ta’ala berfirman; ‘Aku benar-benar telah mengampuni mereka’.
Diriwayatkan dari ‘A’isyah radliyallahu Ta’ala ‘anha ia berkata, Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Pada hari kiamat semua manusia kelaparan kecuali para Nabi, keluarganya dan orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadlan, sesungguhnya mereka kenyang, tidak ada lapar dan dahaga bagi mereka”.(Zubdatul Wa’idzin).
Diriwayatkan dalam sebuah khabar; “Pada hari kiamat sang penyeru akan berseru; Dimanakah Rajabiyyun (orang-orang yang senentiasa ber’ibadah dibulan Rajab)? Lalu mereka melewati Shirath bagaikan petir menyambar kemudian bersujud kepada Allah Ta’ala bersyukur karena dapat melewati Shirath, lantas Allah Ta’ala berfirman; Wahai Rajabiyyun, angkatlah kepala kalian pada hari ini, kalian telah melakukan sujud didunia didalam bulan-Ku, pergilah ketempat kalian”.(Rawnaqul Majalis).
● HIKAYAT ●
Diceritakan dari Tsauban ia berkata; Kami bersama Nabi ‘alaihishshalatu wassalam melewati suatu kuburan, lalu beliau berhenti dan menangis sedih, kemudian berdo’a kepada Allah Ta’ala, aku bertanya kepada beliau; Kenapa engkau menangis wahai Rasulallah? Beliau menjawab; “Wahai Tsauban, ahli kubur itu sedang disiksa didalam kuburnya, aku berdo’a untuk mereka”. Maka Allah Ta’ala meringankan siksa mereka, lalu Nabi ‘alaihishshalatu wassalam berfirman; “Wahai Tsauban, seandainya mereka berpuasa satu hari dari bulan Rajab dan tidak tidur ber’ibadah malam darinya, maka mereka tidak akan disiksa didalam kuburnya”. Aku bertanya; Wahai Rasulallah, apakah puasa satu hari dan ‘ibadah malam dari bulan Rajab dapat mencegah siksa kubur? Beliau menjawab; “Wahai Tsauban, demi Dzat yang mengutusku sebagai Nabi yang haq, tidaklah seorang muslin atau muslimat yang berpuasa satu hari dan ber’ibadah malam dari bulam Rajab karena mengharap ridla Allah Ta’ala, maka Allah akan mencatat baginya pahala ‘ibadah selama satu tahun disertai puasa disiang hari dan ‘ibadah dimalam harinya”.(Zubdatul Wa’idzin).
Para ahli hadits berkata; Hadits yang menerangkan tentang shalat Rogho’ib adalah maudlu’, sedangkan orang yang diduga sebagai pembuatnya adalah Ibn Al Jahmi, dan setelah menjelaskannya tidak mencantumkan adanya hadits itu disebutkan dalam sebagian kitab dan risalah. Karena kami mengetahui masalah Agama yang mendapatkan pahala atau siksa dari pambawa syari’at karena tidak adanya kemampuan akal, dan shalat yang dilakukan pada malam itu Nabi ‘alaihishshalatu wassalam tidak pernah mengerjakannya, tidak pula salah seorangpun dari shahabat beliau, dan beliau tidak pernah menganjurkannya, maka mengerjakan shalat tersebut tidak mendapatkan pahala bahkan termasuk bermain-main yang dihawatirkan akan mendapatkan siksa.(Rumy).
(Catatan; Shalat Rogho’ib ialah shalat yang dikerjakan pada malam Jum’at pertama dari bulan Rajab diantara maghrib dan ‘isya’ sebanyak 12 raka’at dengan enam kali salam (dan didahului dengan berpuasa pada hari kamis), setiap raka’at membaca surat Al Fatihah satu kali, Al Qadr tiga kali dan Al Ikhlash 12 kali, setelah salam membaca; “Allahumma shalli ‘ala Muhammadininnabiyyil ummiyyi wa ‘ala alihi” 70 kali, lalu sujud, dan disaat sujud membaca; “Subbuhunquddusu Rabbul malaikati warruh” 70 kali, lalu bangun dari sujud dan membaca; “Robbighfir warham watajawaz ‘amma ta’lam, innaka antal ‘aliyyul a’dzim” (pada redaksi lain berupa; innaka antal ‘aliyyul a’azzul akrom) 70 kali, lalu sujud lagi dan membaca seperti bacaan sujud sebelumnya kemudian berdo’a kepada Allah didalam sujud, maka Allah tidak akan menolak do’anya. Hadits ini aku temukan dalam kitab Razin dan aku tidak pernah menemukannya dlam kitab hadits manapun. (Jami’ul Ushul fi Ahaditsirrosul). Pnt).
Berkata Imam Al Mawardi didalam kitab Al Iqna’; Berpuasa pada bulan Rajab dan Sya’ban disunnahkan, sedangkan shalat khusus yang ditentukan pada bulan itu tidak memiliki ketetapan, maka bagi orang yang baik Agamanya dan tunduk dianjurkan untuk tidak menghiraukan apa yang dilakukan orang-orang zaman sekarang dan tidak tertipu dengan meluasnya hal tersebut didalam Dar Al Islam yang banyak terdapat dalam Negara-negara besar berupa Shalat Rogho’ib pada malam Jum’at pertama dari bulan tersebut karena Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam urusan Agama), sebab setiap perkara yang baru adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya dineraka”. Dalam hadits yang lain beliau ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang di ada-adakan (dalam urusan Agama)”. Dan masing-masing dari dua hadits ini menunjukkan adanya shalat pada malam itu adalah bid’ah dan sesat karena termasuk hal baru yang di ada-adakan dalam urusan Agama karena tidak terdapat pada masa Shahabat dan Tabi’in tidak pula dizaman Imam-iman Mujtahid bahkan itu terjadi setelah tahun 400 Hijriyah, karena itu ‘ulama’ mutaqaddimin tidak mengetahuinya dan tidak berbicara tentangnya, dan ‘ulama’ mutaakhkhirin mencelanya dan menjelaskan bahwa shalat itu adalah bid’ah qobihah yang mengandung kemungkaran, maka tinggalkanlah shalat ini dan berpegang teguhlah dengan ketha’atan hingga engkau mendapatkan sorga yang luhur dan derajat yang tinggi.(Majalisu Ar Rumy).
Pemilik kitab Majma’al Bahraini berkata didalam syarahnya; Pada suatu hari raya seorang laki-laki yang tinggal digurun hendak mengerjakan shalat sebelum shalat hari raya, maka ‘Aly karramallahu wajhah mencegahnya, lalu laki-laki itu berkata; Wahai Amirul mu’minin, aku yakin bahwa Allah Ta’ala tidak akan menyiksa atas shalat ini. ‘Aly karramallahu wajhah berkata; ‘Akupun yakin bahwa Allah Ta’ala tidak akan mengganjar suatu perbuatan hingga Rasulullah mengerjakannya dan menganjurkan atasnya, shalatmu ini main-main dan main-main adalah haram, Allah Ta’ala pasti menyiksamu karenanya, sebab kamu menyelisihi utusan-Nya, ambillah apa yang aku jelaskan ini dan janganlah kamu menjadi orang yang meragukan’.(ringkasan dari Majalisu Ar Rumy).
Diriwayatkan dalam suatu khabar dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan wajah bidadari dari empat macam warna; Putih, Hijau, Kuning dan merah, badannya dari za’faran, misik, ‘anbar dan kapur barus, rambutnya dari bunga anyelir, dari jari-jari kaki sampai lututnya dari za’faran yang wangi, dari lutut sampai pusarnya dari misik, dari pusar sampai lehernya dari ‘anbar dan dari leher sampai kepalanya dari kapur barus, seandainya ia menludah sekali didunia niscaya dunia akan menjadi misik, didadanya tertulis nama suaminya dan nama Allah Ta’ala, antar dua pundaknya berjarak satu farsakh, masing-masing dari kedua tangannya memakai 10 gelang dari emas, jari-jarinya memakai 10 cincin dan kedua kakinya memakai gelang kaki dari lu’lu’”.(Daqoiqul Akhbar).
Komentar
Postingan populer dari blog ini
KEUTAMAAN ILMU KITAB DURRATUN NASHIHIN MAJLIS 03
KEUTAMAAN ILMU DURRATUN NASHIHIN MAJLIS 03; Surat Al Baqarah 31-32 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ . قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman; Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar. Mereka menjawab; Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami kerahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” .(Qs. Al Baqarah 31-32). وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya” ; adakalanya dengan menciptakan ‘ilmu Dlorury (yaitu ‘ilmu pengetahuan yang dihasilka
DEFINISI AMAR MACAM-MACAM AMAR DAN TUNTUTANNYA
DASAR-DASAR ILMU USHUL; DEFINISI AMAR, MACAM-MACAM AMAR DAN TUNTUTANNYA صيغ الأمر AMAR (Perintah) تعريفه : Definisi Perintah; الأمر: قول يتضمن طلب الفعل على وجه الاستعلاء، مثل: أقيموا الصلاة وآتوا الزكاة. فخرج بقولنا: "قول" ؛ الإشارة فلا تسمى أمراً، وإن أفادت معناه. وخرج بقولنا: "طلب الفعل" ؛ النهي لأنه طلب ترك، والمراد بالفعل الإيجاد، فيشمل القول المأمور به. وخرج بقولنا: "على وجه الاستعلاء" ؛ الالتماس، والدعاء وغيرهما مما يستفاد من صيغة الأمر بالقرائن. Amar (perintah) ialah; Perkataan yang mengandung tuntutan untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang bersifat Isti’la’ (dari yang derajatnya lebih tinggi untuk yang derajatnya lebih rendah) . Seperti; Kerjakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. § Maka dikecualikan dari perkataan kami; “ Perkataan ”, yaitu; Isyarat. Isyarat tidak dapat dikatakan amar (perintah) walaupun ma’nanya berfaidah perintah. § Dikecualikan dari perkataan kami; “ tuntutan untuk mengerjakan suatu pekerjaan ”
assalamualaikom....punya kitab ini ful tak dengan terjumahannya?
BALASMajlis 25 itu kak
BALASTerimakasih sudah berbagi ilmunyam semoga bermanfaat,.
BALASMampir juga ke blog saya http://bit.ly/2XcwzNK
alhamdulillaah, ditunggu bacaan selanutnya min. semoga bermanfaat amin
BALASAlhamdulillah
BALAS