Kisah Para Khalifah
Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq [Bag.03]
Tidak Pantas Bagiku Membuka Rahasia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa SallamDari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Umar bin Al Khaththab berkata ketika Hafshah binti Umar radhiyallahu ‘anha menjanda karena ditinggal suaminya, Khunais bin Hudzafah as Sahmi – salah seorang Shahabat Nabi yang wafat di Madinah-. Umar berkata, ‘Aku datang kepada Utsman bin Affan. Aku menawarkan kepadanya untuk menikahi Hafshah lalu dia menjawab, ‘Aku akan pikirkan.’ Beberapa malam setelah itu Utsman menemuiku, lalu dia berkata, ‘Saat ini aku belum berniat untuk menikah.’
Umar berkata, ‘Selanjutnya aku bertemu Abu Bakar ash Shiddiq, lalu aku berkata kepadanya, ‘Jika engkau berkenan, aku akan menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar.’ Namun Abu Bakar diam, dia tidak menjawab apapun. Diamnya Abu Bakar ini lebih menyakitkan hatiku daripada jawaban Utsman[1]. Beberapa malam kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang melamarnya dan aku menikahkannya dengan beliau. Maka Abu Bakar menemuiku, lalu berkata, ‘Mungkin engkau jengkel kepadaku ketika engkau memintaku menikahi Hafshah, tetapi aku tidak menjawab apapun? Aku menjawab, ‘Benar.’ Abu Bakar berkata, ‘Yang menghalangiku untuk memberikan jawaban kepadamu atas permintaanmu itu adalah karena aku mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut-nyebut nama Hafshah. Tidak pantas bagiku membuka rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkenan, niscaya aku menerima tawaranmu.’”[2]
Infak Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Di Jalan Allah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak seorang pun yang lebih besar jasanya kepadaku daripada Abu Bakar. Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Dia juga menikahkanku dengan putrinya.”[3]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak seorang pun yang mempunyai jasa baik kepada kami melainkan kami telah membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan membalasnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil (kekasih) niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Dan sesungguhnya shahabat kalian ini adalah khaliilullaah (kekasih Allah).”[4]
Dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya, ia berkata, “Abu Bakar masuk Islam, sedangkan dia mempunyai 40.000. Dia menginfakkannya di jalan Allah, memerdekakan tujuh orang hamba sahaya yang disiksa karena Allah, memerdekakan Bilal, Amir bin Fuhairah, Zunairah, An Nahdiyah dan anak perempuannya, hamba sahaya Bani Muammal dan Ummu Ubais.”[5]
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah berinfak 40.000 kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[6]
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan akan dijauhkan darinya (Neraka) orang yang paling takwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya). Dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari wajah Rabbnya yang Mahatinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapatkan kesenangan (yang sempurna).”[QS.Al Lail:17-21]
Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata, “Pendapat mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa surat ini turun mengenai Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.” Adakah keutamaan yang lebih agung daripada keutamaan ini? Adakah gelar yang lebih berharga daripada gelar ini?
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Orang-orang musyrikin menyiksa Bilal, sedangkan Bilal mengucapkan, ‘Ahad, Ahad.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati Bilal, lalu beliau bersabda, ‘Ahad –yakni Allah Ta’ala- akan menyelamatkanmu.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar:
‘Wahai Abu Bakar! Sesungguhnya Bilal sedang disiksa karena Allah.’
Abu Bakar memahami maksud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia pulang dan mengambil satu ritl emas, lalu pergi menemui Umayyah bin Khalaf, majikan Bilal. Dia berkata kepada Umayyah, ‘Apakah engkau menjual Bilal kepadaku?’ Dia menjawab,’Ya’. Maka Abu Bakar membelinya dan memerdekakannya. Orang-orang musyrikin berkata, ‘Abu Bakar tidak memerdekakannya kecuali karena jasa Bilal atasnya. Maka turunlah Ayat:
“Dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari wajah Rabb-nya yang Maha Tinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).” [QS.Al Lail:19-21]
Maksudnya , Allah akan memberinya di Surga apa yang membuatnya rela.” [7]
Umar berkata, “Abu Bakar adalah sayyid kami. Dia telah memerdekakan sayyid kami.” Maksudnya adalah Bilal.[8]
Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami bersedekah. Ketika itu aku sedang mempunyai harta, maka aku berkata, ‘Hari ini aku akan mendahuluinya- Maka aku datang membawa setengah dari hartaku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Sepertinya (jumlah yang sama)’” Umar berkata, “Ternyata Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu.’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku menyisakan untuk mereka Allah dna Rasul-Nya.’ “Umar berkata, “Aku tidak akan bisa mengalahkanmu dalam segala hal selamanya.”[9]
Al Habib Shallallahu ‘Alaihi wa Sallah Menafikan Kesombongan Dari Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, niscaya Allah tidak akan melihat kepadanya kelak pada hari Kiamat.’
Maka Abu Bakar berkata, ‘Wahai Rasulullah, satu sisi pakaianku menjulur kecuali jika aku memperhatikannya [menjaganya tetap seimbang dan tidak miring, maka tidak sampai isbal].”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya engkau tidak melakukan itu karena kesombongan.”[10]
Foot Note:
[1] Al Hafizh rahimahullah berkata dalam Al Fath IX/211, ‘Yakni, aku lebih marah kepada Abu Bakar daripada kemarahku kepada Utsman,hal itu karena dua hal: Pertama, di antara keduanya terdapat hubungan kasih sayang yang sangat erat karena Nabi telah mempersaudarakan keduanya. Kedua, karena Utsman telah memberikan jawaban sebelum akhirnya memberi keputusan untuk tidak menikah. Lain halnya dengan Abu Bakar, dia hanya diam tanpa menjawab. Dalam riwayat Ibnu Sa’ad disebutkan, ‘Maka Umar marah kepada Abu Bakar.’ Di dalamnya Umar berkata, ‘Aku lebih marah kepadanya ketika dia diam daripada kepada Utsman.”
[2] HR Bukhari no.5122, HR.Ahmad dalam Al Musnad I/2
[3] HR.Ath Thabarani dalam AL Kabiir dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahiihul Jaami’ no.5517
[4] HR.Tirmidzi no.3662, Muslim no.2383. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami’ no.5661
[5] Usudul Ghaabah III/325. Al Haitsami rahimahullah berkata dalam AL Majma’, “Diriwayatkan oleh ath Thabarani. Para perawinya yang sampai kepada Urwah adalah perawi yang ash Shahiih.”
[6] HR.Ibnu Hibban no.2167 dan dishahihkah oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam as Silsilah ash Shahiihah no.487
[7] Al Jaami’ li Ahkaamil Qur’aan karya Al Qurthubi XX/78-80
[8] HR.Bukhari no.3754
[9] HR.Abu Dawud no.1678, HR.Tirmidzi no.3675. At Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih.” Dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Misykaatul Mashaabiih no.6021
[10] HR.Bukhari no.3665, Abu Dawud no.4085 dan Ahmad II/104
No comments:
Post a Comment